
Beberapa hari terakhir terjadi fenomena langka di sejumlah daerah di Indonesia. Fenomena langka yang dimaksud adalah hujan es. Hujan es terjadi di beberapa tempat di Indonesia sepertiBali, Lombok, danGunung Slametdi Jawa Tengah.
Fenomena hujan es itu diketahui melalui sejumlah unggahan video yang dibagikan di media sosial. Satu di antaranya yang terjadi di Gunung Slamet, Minggu (22/11/2020). Berikut ini beberapa di antara unggahan terkait fenomena hujan es yang terjadi di Gunung Slamet.
Fenomena langkaHujan Esdi Gunung Slamet, 22 November 2020, pernah ngrasain? . video slide 1 @thole_sunset slide 2 @zi_ftldth . #pendakilawas #mtslamet #gunungslamet #slametmountain ," tulis akun Instagram Pendaki Lawas. Selain di Gunung Slamet, fenomena hujan es sebesar biji kopi juga terjadi di Banjar Dinas Dadap Putih, Desa Tista, Busungbiu, Buleleng, Bali, pada Minggu (22/11/2020). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga melaporkan adanya hujan es yang terjadi di Montong Gading, kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Minggu (22/11/2020) sekitar pukul 15.20 Wita.
Melansir Kompas.com (9/7/2020), peneliti dari Monash University, Dr Joshua Soderholm, menyampaikan, semua hujan es bermula memiliki bentuk bulatan dengan diameter sekitar 1 sentimeter. "Ketika mulai membesar, kamu mulai mendapatkan es membeku di setiap arah. Itu fase pertumbuhan basah," ujar Dr Soderholm. Saat hujan es terbentuk selama pertumbuhan basah, "lobus" akan dipisahkan oleh es berpori dengan sedikit ruang yang diisi dengan air.
Ketika air membeku, terbentuk saluran radial atau jari jari es yang mirip es yang sangat jernih. Dengan demikian, hujan es dengan batu es yang berbentuk kembang kol terbentuk. Secara ilmiah, bentuk ini disebut sebagai bentuk struktur lobus cusped. Hujan esterbentuk melalui kondensasi uap air lewat pendinginan di atmosfer pada lapisan di atas titik beku ( freezing level ) nol derajat celsius.
Saat batu batu es terbentuk mulai dari bagian tengah awan sampai pada lapisan atas awan ( top cloud ) itu tidak semuanya mencair ketika turun ke lapisan yang lebih rendah, meskipun suhu relatif hangat. Terkadang, hujan es dapat disetai dengan angin kencang, bahkan puting beliung yang berasal dari jenis awan cumulonimbus bersel tunggal ataupun berkelompok yang tumbuh secara vertikal di daerah yang tropis. Kepala Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Hary Tirto Djatmiko mengatakan, hujan es pada dasarnya merupakan fenomena alami dan dapat terjadi di negara mana pun.
Menurutnya, hujan es dapat terjadi dalam dua kondisi, yakni pada masa pancaroba yang disertai angin kencang, dan pada saat hujan dengan perbedaan suhu yang besar dalam satu hari. "Ketika pada masa pancaroba, terjadi hujan dengan perbedaan suhu besar disertai angin kencang, hal ini meningkatkan potensi terbentuknya awan cumulonimbus ," ujar Hary. Ia menambahkan, awan jenis cumulonimbus mengandung lebih banyak air dalam bentuk padat daripada cair.
Oleh karena itu, hujan yang turun bisa dalam bentuk padat. Namun, hal ini berbeda dengan fenomena turunnya salju. Sebab, salju hanya bisa terjadi di wilayah lintang lebih dari 23,5 derajat.
Selain itu, Hary mengatakan bahwa hujan es memiliki durasi lebih singkat daripada salju karena hujan es dipengaruhi oleh intensitas hujan. Adapun durasi hujan es umumnya berlangsung selama 10 menit. Tak lama setelah es jatuh dari langit, dan akan segera mencair.
Sedangkan salju bisa lebih bertahan lama di permukaan tanah karena suhu daratan yang sangat rendah.